Wartaberitabaru.com – Agenda pemerintah memberlakukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap barang kebutuhan pokok ( sembako ) mendapat tanggapan negatif dari para pedagang di berbagai Pasar. Aseng salah satu pedagang di Pasar Induk Kramat Jati merasa tidak suka karena kondisi para pembeli masih belum pulih gara-gara pandemi Covid-19 yang masih kunjung usai. “Dalam keadaan pandemi seperti ini, masa harus dikenakan pajak ya? istilahnya kurang sreg lah,” ujar Aseng,
Belum kembalinya kondisi pasar seperti dulu, membuat sejumlah pedagang berharap kebijaksaan dari pemerintah untuk lebih bisa mengutamakan rakyat. “Istilahnya jangan sampai ada demo-demo begitu. Jangan dikenain pajak dulu lah, pandemi saja belum beres kan,” ujarnya. Begitu juga pedagang lain yang ditemui, mengungkapkan dalam kondisi pandemi seperti saat ini sangat repot jika pemerintah memberlakukan pajak untuk bahan sembako. Menurut beberapa pedagang, dengan belum berakhirnya pandemi Covid-19 saja pasar masih sepi pengunjung. “Jangankan buat pajak, untuk tutupin resiko sehari-hari saja hampir tidak ketutup,” kata pedagang.
Sebagai informasi tambahan, Pemerintah mengagendakan menarik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat kebanyakan. Agenda itu tercantum dalam Draf Revisi Kelima Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP). Di dalam undang-undang sebelumnya, barang kebutuhan pokok yang sangat diperlukan oleh masyarakat banyak atau sembako termasuk objek yang tak dikenakan PPN. Namun, dalam undang-undang yang baru tersebut sembako tak dimasukan lagi ke dalam objek yang PPN-nya dikecualikan.
Sementara itu. tentang agenda PPN Sembako dan Sekolah, Menteri Keuangan Sri Mulyani buka suara tentang agenda pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sembako dan sekolah. Jawaban itu ia sampaikan dalam rapat di Komisi XI DPR, Kamis (10/6).
Dalam rapat itu, Ani, biasa dipanggil mengaku bingung untuk menjelaskan jawaban ini kepada publik. karena, secara etika politik harusnya draf rencana undang-undang pajak itu tidak bocor ke publik sampai Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan langsung ke DPR.
Selanjutnya, draf itu akan dirapatkan antara pemerintah dan DPR melalui komisi terkait, yakni Komisi XI. Jika pembahasan sudah final maka kebijakan bisa dikatakan menjadi sebuah aturan, baru setelah itu pemerintah memberi penjelasan dan mensosialisasikan ke publik.
“Kami dari sisi etika politik belum bisa melakukan penjelasan ke publik sebelum ini dibahas karena itu adalah dokumen publik yang kami sampaikan kepada DPR melalui Surat Presiden. Oleh karena itu, ini situasinya jadi agak bingung karena kemudian dokumennya keluar karena memang sudah dikirimkan kepada DPR juga, jadi kami tidak dalam posisi bisa menjelaskan keseluruhan struktur dari agenda pajak kita,” ungkap Ani saat rapat bersama Komisi XI DPR, Kamis (10/6).
Lebih jauh, bendahara negara sangat menyayangkan jika draf undang-undang pajak ini bocor dan kemudian beredar menjadi konsumsi publik. Terlebih, agenda ini kemudian dipahami secara tidak menyeluruh.
“Tapi yang keluar sepotong-sepotong, yang kemudian di-blow up menjadi sesuatu yang tidak mempertimbangkan situasi hari ini. Padahal, hari ini fokus kita adalah pemulihan ekonomi,” terangnya.
Maka dari itu, Menteri keuangan itu meminta masyarakat untuk sabar menunggu lanjutan dari pembahasan agenda undag-undang pajak itu ke depan antara pemerintah dan DPR sesuai aturan politik yang berlaku.
“Nanti kami akan lihat secara keseluruhan dan bisa bahas apakah waktunya harus sekarang? Apakah fondasinya harus seperti ini? Siapakah di dalam perpajakan yang harus bersama-sama disebut prinsip gotong royong? Siapa yang pantas untuk dipajaki. Itu semuanya perlu untuk kita bawakan dan akan kami presentasikan secara lengkap by sector, by pelaku ekonomi,” jelasnya.
Pihaknya juga akan menjelaskan alasan kenapa usulan itu disampaikan. “Kenapa kita usulkan suatu pasal ini? Alasannya? Background-nya? Dan kalau pun itu adalah arah yang benar, apakah harus sekarang? Atau enam bulan lagi atau tahun depan? Itu semua akan kita bahas penuh dengan Komisi XI,” tambahnya.
Namun begitu, Menkeu juga menjelaskan beragam rencana pungutan pajak itu tentunya tidak mungkin direalisasikan dalam waktu dekat. Karena, belum ada pembahasan diantara pemerintah dan DPR. Sehingga hal itu yang membuat sampai saat ini belum ada kebijakan yang final agar bisa dikeluarkan dan diaplikasikan ke masyarakat.
“Tidak mungkin pemerintah melakukan policy perpajakan tanpa didiskusikan dengan DPR. Itu saja dulu jawaban paling mantab, tidak mungkin itu. Jangankan pajak PPN, wong cukai saja kita harus minta dan diskusikan lama banget sama Bapak Ibu sekalian,” tuturnya.